Salahkah Kriteria?
Siapa yang tidak mau memiliki kekasih
yang setiap harinya akan melantunkan sebuah simfoni musik yang indah nan
romantis? Menghiasi setiap malam dengan alunan lagu dari instrumen musik dan
suara merdu. Meredakan setiap amarah dan kesedihan dengan petikan gitar dan
melodi piano yang lembut serta meyemarakkan hari yang kelabu dengan dentuman
drum yang memberi semangat serta keceriaan. Mimpi. Hanyalah mimpi. Sungguh
menakjubkan apabila mimpi itu dapat terjadi ditengah zaman yang modern ini.
Saat ini, siapa saja bisa memainkan
musik apapun yang diinginkannya. Bahkan boy band-boy band banyak yang hanya
menjual tampang saja, suara dan instrumen musik bisa digitalisasi oleh
canggihnya teknologi zaman sekarang. Hanya sedikit saja orang yang menyempatkan
waktunya berlatih menguasai alat musik dan latihan vokal hanya untuk terlihat
romantis dan berkharisma dimata wanitanya. Semua sudah serba cepat dan digital.
Klise. Fiktif. Mustahil. Ketiga kata ini melukiskan pernyataan yang menyakini
bahwa masih ada sosok lelaki yang berjuang tetap mengasah keahliannya bermain
musik di era modern ini. Karena hanya di sinetron sajalah berlaku kejadian yang
serba instan tanpa perjuangan.
Kini keahlian bisa diganti dengan
sejumlah uang yang dapat membeli barang apapun yang dapat memuaskan hati wanita
tanpa harus bersusah payah terlihat romantis dengan menguasai alat musik. Memang
terkesan indah namun tidak akan mendapat esensi yang nyata bagi setiap wanita
dengan kriteria musisi. Tapi bukankah negosiasi hati akan lebih banyak dilakukan?
Lalu apa kabar dengan kriteria? Akan kah bergeser? Lalu apa gunanya kriteria,
jika akan terkikis dengan tampang dan tahta? Ketahuilah, bahwa kriteria tidak
selamanya berbicara tentang keahlian, tetapi ada hal yang lebih besar dari pada
itu. Yang mungkin hanya sedikit dari sekian banyak orang menganggap hal itu
sebagai yang utama. Satu kata penuh makna yaitu kenyamanan :)
Komentar
Posting Komentar