#2ndWeek
Tidak
terasa minggu kedua sudah berada di depan mata. Ya, tepat dimana mama dan
kakakku berkunjung ke Jogja. Aku tidak menyangka jadinya akan serumit ini.
Bukan karena aku lupa, tapi aku tidak sadar kalau hari dimana aku akan bertemu
dengannya setelah delapan hari kemarin bertepatan dengan kedatangan keluargaku.
Aku tidak tahu apa yang harus aku sampaikan. Aku hanya mengatakan bahwa hari
ini keluargaku berkunjung untuk menemuiku dan adikku. Kemarin, ya delapan hari
yang lalu. Aku sadar aku telah mengatakan hal yang sama. Pantasan aku bingung
mengapa Ia langsung terdiam saat itu.
Baru
aku rasakan kini bagaimana berada di posisi yang hanya bisa memandang dan
menunggu enam belas hari ke depan tanpa berkomunikasi. Aku benar-benar merasa
sedih, bingung, rindu bercampur menjadi satu. Aku berusaha untuk tidak terlalu
memikirkan kegalauan dan kerisauan hatiku, karena akan tidak adil jika aku
lebih mengutamakannya dari pada keluargaku yang sudah menyiapkan kunjungan ini
dua bulan sebelumnya. Aku mencoba menenangkan hatiku, aku mencoba berusaha
bersikap biasa.
Hingga
saatnya kerinduan itu tidak bisa ku pendam sendiri. Aku memilih angin pantai
untuk menjadi temanku bercerita. Desiran ombak yang membawa angin sejuk seakan
mencoba menghiburku. Sekalipun memang tidak berpengaruh banyak, angin tersebut
cukup memberi kelegaan kepadaku. Harapan yang terlintas agar Ia tetap baik-baik
saja adalah doa yang selalu ku panjatkan beriringan dengan doa-doa ku yang
lainnya. Liburanku kemudian mengisi hari-hari yang tidak terasa juga akan
berakhir.
Pantai,
Menara, Perahu, Ombak. Langit. Angin, berpadu menjadi satu. Liburanku saat itu
memang membantuku melupakan kegalauan hatiku., namun tidak bertahan lama.
Seketika aku dan keluargaku memutuskan untuk menginap di hotel dekat tepi
pantai, saat itu juga langit yang redup mengingatkan ku kepadanya. Memang
sebelum aku dan keluargaku pergi ke pantai, kami sempat bertemu. Yaitu saat aku
memberanikan diri meminjam motornya. “Aku pinjemnya, makasih. Hati-hati”,
ucapku sambil berlalu dari hadapannya.
Momen
itu terlintas begitu saja. Momen dimana rasa rindu, takut, khawatir, gelisah
bercampur menjadi satu rasa. Satu rasa yang sulit diungkapan dengan kata-kata. Karena
tidak mudah bagiku untuk membawanya dan memperkenalkannya kepada keluargaku
saat itu. Karena belum waktunya. Akan ada waktu yang tepat dimana Ia bisa
berhasil memasuki bukan hanya pintu hatiku, melainkan juga pintu hati
keluargaku. Dan ini adalah proses dimana kami saling membuka pintu satu dengan
yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar