#4missingyou
Tulisan
ini langsung aku dedikasikan untuk sepasang orangtua dimanapun dan dari
kalangan apapun di dunia. Bercermin dari cinta dan kasih yang orangtuaku
berikan, aku merasa sangat bersyukur memiliki mereka. Bukan karena kesempurnaan
mereka, bukan juga karena materi dan kekayaan yang mereka miliki. Hanya satu,
yaitu kesadaran akan adanya rasa kekeluargaan yang terbangun semenjak aku lahir
kedunia. Saat pertama kali aku membuka mataku, aku melihat senyum mereka yang
diiringi dengan isak tangis yang aku yakini sebagai ucapan syukur karena
kedatanganku di dunia ini.
Papa,
Mama. Bapak, Ibu. Ayah, Bunda. Abi, Ummi. Babe, Nyak. Amang, Inang. Abah, Ambu.
Pipi, Mimi. Daddy-Mommy. Apapun sebutan kita untuk mereka, hanya satu yang
mereka harapkan dari kita, yaitu membuat mereka bangga akan keberhasilan yang
kita peroleh. Selama hidup sebagai anak, mereka juga tidak mengerti bagaimana
posisi orangtua mereka dalam menanti kesuksesan mereka. Sama hal nya dengan apa
yang kita alami saat ini yang sedang menjalani peran sebagai anak. Kita tidak
pernah tau bagaimana kesusahan mereka dalam memikirkan segala cara mencukupi
kebutuhan hidup kita.
Kita
pun tidak sesekali dibiarkan mencampuri urusan mereka sebagai orangtua. Kerapkali
malah mereka sengaja menutupi keluh-kesah mereka dengan tatapan bahagia saat
pulang kerumah. Mereka patut diberikan empat jempol karena menjadi aktor/aktris
yang sangat lihai menjalankan peran. Pernahkah kita sadari bahwa sehabis
orangtua kita menyapa kita, mereka tersenyum seperti sedang dalam suasana
bahagia. Padahal setelah berada dikamar, dibalik pintu mereka meneteskan air
mata. Karena bingung apalagi yang akan mereka lakukan untuk mencukupi kehidupan
kita yang semakin lama semakin kompleks.
TK
beranjak SD. SD beranjak SMP. SMP beranjak SMA. SMA beranjak kuliah. Dinamika itu
tidak pernah bisa dihentikan, karena akan terus berjalan tanpa melihat siapa
yang menjalaninya. Waktu bersifat netral dan tidak memihak. Waktu akan teerus
beerputar tanpa sempat berempati dengan keadaan orang-orang yang tidak sanggup
ikut berputar seiring berjalannya waktu. Itu bukanlah salah waktu ataupun
keadaan. Bukan juga salah orangtua kita yang tidak bekerja keras sebelum
melahirkan kita. Ini bukan karena salah dan benar, tapi berbicara tentang
kesadaran. Sadar kah kita sebagai anak sudah memberi yang terbaik sejauh ini? Atau
kita hanya menyia-nyiakan keringat mereka hanya untuk bercengkrama dengan
teman-teman kita sementara kelas berlangsung? Pertanyaan kembali tertuju pada
kita sebagai anak. Karena langkah apapun yang kita ambil saat ini akan menentukan
langkah selanjutnya yang akan kita tempuh sampai menjadi orangtua kelak. Selamat
berjuang, kawan!
Terimakasih Mak,Pak. Salam perjuangan dari anakmu yang merindukanmu, Jbu :)
Komentar
Posting Komentar